Yuliana Sri Marti, Guru BK SMA Santo Paulus Pontianak
Suasana
heboh dan hiruk-pikuk itu sempat hening sejenak, ketika seorang pria berseru: “I tak bisa
star kalau you tak ready!”. Pria itu,
Steven, adalah seorang warga Malaysia yang bekerja sebagai staf International
University and Colleges (INTI) Sarawak Campus, Malaysia.
Suasana yang sempat hening kembali meledak oleh tawa. Para siswa merasa
kalimat “gado-gado” khas Negeri Jiran itu sangat lucu.
Itulah suasana keceriaan dalam kegiatan The
Team Bulding Motivational Session untuk 281 siswa kelas XII SMA Santo
Paulus Pontianak, di Gedung Bina Remaja, kompleks Yayasan Pendidikan Bruder,
14-15 Oktober lalu.
Ini merupakan kali pertama kerjasama SMA Santo Paulus dengan kampus dari
luar negeri untuk membangun motivasi para siswa. Selain Steven, seorang
pemateri lain adalah dosen INTI Sarawak Campus, “Cik Gu” Tay.
Walaupun sedikit bingung dengan bahasa Malaysia yang kerap diselingi bahasa
Inggris, para siswa tetap merasa enjoy. “Ayo, duduk lantai,” ujar Steven yang
lagi-lagi mengundang tawa riuh karena kalimat ini terdengar tak lazim.
Maksudnya, dia meminta para siswa untuk duduk di lantai.
“Setelah ini kita bersorak sorai,” ujarnya jika suatu kegiatan akan
selesai.
Kegiatan diisi dengan permainan dinamika kelompok dan sejumlah game yang
dikombinasikan dengan bernyanyi dan menari bersama. Walaupun cuaca dingin, para
siswa tetap bersemangat. Mereka tampak happy karena menemukan suasana baru,
seperti diungkapkan seorang siswi, Sintania.
“Wah, asyik banget mengikuti acara
ini, Bu. Kami jadi bisa refreshing dan melupakan sejenak
rutinitas belajar,” ujar Sintania dengan riang.
Sejumlah game dipandu oleh pemateri, di antaranya bertemakan “saling
percaya”. Setiap kelompok yang beranggotakan 20 siswa, diberi kesempatan untuk
mengangkat teman-temannya.
Game ini mengajak siswa belajar memercayai orang orang lain, berpikiran positif, mau bebagi, rela berkorban dalam
berbagai hal, bersikap hati-hati, berani, bertanggung jawab, dan memiliki rasa aman.
Seorang siswi, Dessy, sampai mengangis
karena takut diangkat teman-temannya.
Game lain bernama “amuba”, yakni tiap kelompok membentuk
lingkaran dengan saling berpegangan tangan. Setiap kelompok diberi kesempatan
melewati rintangan
berupa susunan kursi yang dipasang, namun dilarang keras menyentuh kursi. Apabila ada
anggota kelompok yang menyentuh kursi, diminta mengulangi permainan.
Dalam kelompok kecil, dengan mudah mereka bisa lolos melewati rintangan.
Namun ketika digabungkan dalam kelompok besar, semuanya jadi kacau balau karena
tidak mampu melewati rintangan.
Asyik mengikuti kegiatan, sampai tak sadar waktu begitu cepat berlalu. Acara pun berakhir dengan suasana riang gembira, yang semoga memotivasi para siswa untuk terus berkembang ke arah positif. (*)
Tulisan ini dimuat di Harian Tribun Pontianak, edisi Selasa, 23 Oktober 2012.